How You Life Your Life

RIRIS TOHA SARUMPAET, PEREMPUAN MEMILIKI KEKUATAN

 

RIRIS TOHA SARUMPAET



Tahukah kamu siapa Riris Toha Sarumpaet? Biasanya ia lebih dikenal dengan sebutan Riris K. Toha Sarumpaet. Seorang guru besar dari Universitas Indonesia. Memiliki kecerdasan intelektual, namun acapkali dikira sebagai seorang lelaki.


Sedari kecil, Riris mengidolakan orang tuanya. Baginya, orang tua merupakan sosok utama yang membentuk jati dirinya seperti sekarang ini. Riris lahir di masa perang. Tak heran bila masa kecilnya penuh dengan perjuangan. Ayahnya menjadi pentolan partai pada masa perjuangan kemerdekaan, sedang ibunya merupakan aktivis organisasi.


Kondisi Indonesia yang belum stabil karena harus berjuang demi kemerdekaan Indonesia, menyebabkan Riris harus berpisah dengan keluarganya. Bukan karena orang tua ingin jauh darinya, namun perpisahan tersebut dilakukan semata-mata untuk menjaga keselamatan buah hati.


Lain hal dengan masa sekarang. Orang tua sibuk bekerja sedang anak dititipkan kepada pengasuh. Masih banyak anak di luar sana yang tidak diajarkan bagaimana menjadi anak mandiri dan bertanggung jawab. Sangat berbeda dengan masa kecil yang Riris rasakan.


Masih lekat dibenaknya bagaimana sang ibu mengasuh anak-anak tanpa bantuan orang lain. Ibu menghadapi persoalan anak, dan berjuang semaksimal mungkin untuk mencari penyelesaian. Padahal anaknya tidak sedikit. Ada sembilan! Sembilan? Ya, sembilan. Ibu mendengar pendapat anak tanpa bersikeras bahwa pendapatnya yang terbaik. Ibu menyayangi buah hatinya dengan penuh kelembutan, memiliki sikap sabar, tegar, dan tabah menghadapi cobaan. Sedang ayah mengajarkan anak-anaknya untuk hidup disiplin dan teratur.


Meskipun direpotkonkan oleh sembilan anak, sang ibu masih bisa aktif di gereja. Bahkan Ibunda Riris juga berhasil membuktikan bahwa seorang perempuan bisa menjadi pendeta.


Dari orang tualah Riris berkeyakinan bahwa perempuan dan laki-laki memiliki kemampuan yang sama, termasuk dalam bidang agama. Pembedanya terletak dari amal perbuatan seseorang, tanpa memandang status kelamin.


Meskipun zaman sudah berkembang, tetap saja sekarang ini masih banyak masyarakat yang menomorduakan perempuan. Misal, seorang istri dianggap lebih baik di rumah menjadi ibu rumah tangga daripada ikut melakukan berbagai aktivitas di luar rumah.


Tahukah kamu, meskipun perempuan seringkali disebut sebagai makhluk lemah, namun perempuan sangatlah luar biasa. Perempuan bisa menjalankan perannya sebagai istri, ibu, sekaligus melaksanakan karirnya dengan baik.


Menurut Riris, perempuan yang mengepakkan sayap karirnya, misalnya berpolitik, harus memiliki kemampuan tinggi dan mental sekuat baja. Jika tidak, maka keluarga bisa hancur. Sesungguhnya dunia politik sangat berat bagi perempuan. Bila benar-benar ingin maksimal dibidang itu, maka harus ada yang dikorbankan. Seorang perempuan bisa menjadi pemimpin ketika ia telah melaksanakan tugas di dalam keluarga. Ketika fungsinya sebagai perempuan terabaikan, tentu ia tidak pantas menjadi seorang pemimpin.


Di dalam rumah tangga, suami dan istri memiliki peran yang sama-sama kuat. Seorang suami ibarat tiang, sedang istri lengkungan payung. Perempuan dituntut untuk memiliki wawasan tinggi agar mampu menjadi ibu yang baik bagi buah hatinya.


Zaman semakin berkembang, namun pola pikir masyarakat masih banyak yang terbelakang. Perempuan hanya dijadikan hiasan dan boneka. Baik itu di rumah, kantor, dan di tempat lainnya. Sudah saatnya perempuan ambil bagian. Mulailah dengan mendidik putra-putri sebaik mungkin, dibanding melakukan hal-hal yang kurang bermanfaat.

 

Bertemu Pujaan Hati

          Riris bertemu pujaan hati ketika melanjutkan study ke negeri Paman Sam. Saat itu usianya telah mencapai 27 tahun. Ketika orangtua dan saudara melepasnya dengan tangis haru, Riris malah gembira dan sangat bersemangat. Di negeri nun jauh dari Indonesia itu, ia tidak hanya sibuk kuliah. Di sela-sela aktivitasnya, ia nyambi menjadi seorang penyanyi.


            Di negeri itu pula Tuhan mempertemukannya dengan sang pujaan hati. Mereka menikah bahkan juga memiliki buah hati di sana. Sang suami yang merupakan alumnus ITB menjadi suami, sahabat, sekaligus partner terbaik di dalam hidupnya. 


            Ketika masa kuliah dulu, ia sempat jatuh cinta pada seorang lelaki. Namun sang ayah tidak memberi restu. Sang ayah mengatakan bahwa Riris hanya akan menjadi ibu-ibu biasa bila bersamanya. Riris bisa mendapat lelaki yang jauh lebih baik.


            Rencana Tuhan memang indah. Terbukti Riris bisa menjadi salah satu perempuan terbaik di Indonesia sekarang ini.

 

Sering Dikira Laki-Laki

            Jumlah penduduk Indonesia lebih dari 240 juta jiwa. Namun, jumlah perempuan ilmuwan sangatlah sedikit, bahkan hanya hitungan jari. Riris menyebutkan bahwa orang yang belum mengenal dan bertatap muka dengannya, sering mengira bahwa ia seorang lelaki.


            Tidak hanya kaum lelaki, kaum perempuan juga sering salah mengira kalau Riris adalah seorang perempuan asli. Sering Riris berpikir, mengapa ia sering dikira sebagai seorang lelaki. Apa karena tulisan-tulisannya? Apa karena gelar Doktornya?


            Menjadi salah satu kaum intelektual membuatnya disegani banyak orang. Namun, miris dan prihatin ketika disebut lelaki Indonesia lebih dominan dalam hal kecerdasan. Riris berharap perempuan harus bangkit dan mampu mengekspresikan kemampuannya.

 

Seorang Guru Besar

            Ketika kedua orangtua Riris lebih aktif dibidang politik, maka lain hal dengannya. Ia lebih suka menjadi seorang guru, dan tidak pernah menyesali pilihan serta keputusannya itu.


            Riris bahagia karena bisa menyalurkan ilmu kepada banyak orang. Ia ingin mencetak generasi muda berkualitas sebagai penerus bangsa. Meskipun acap kali mahasiswa menyebutnya sebagai dosen killer. Riris berharap mahasiswa bisa serius belajar. Kampus adalah tempat menimba ilmu, bukan bermain-main. Seseorang yang serius menimba ilmu, berarti ia menghormati diri sendiri dan menghormati orangtua yang telah bersusah payah menyekolahkan putra-putrinya.

 

Perempuan Memiliki Kekuatan

            Perempuan harus saling bergandeng tangan untuk menciptakan ‘dunia’ yang lebih baik bagi putra-putri sekaligus masyarakat sekitar. Perempuan tidak boleh menganggap diri sebagai pribadi yang lemah. Perempuan dan lelaki sama-sama memiliki kekuatan. Letak perbedaannya ada pada sikap. Meskipun disadari bahwa budaya tradisional sejak zaman nenek moyang dulu selalu menomorsatukan kaum lelaki.


            Perempuan harus menyadari kalau tugas yang bisa diemban tidak hanya sekadar pekerjaan rumah tangga. Ada banyak hal positif yang juga bisa dilakukan. Misal, mengajak masyarakat sekitar untuk lebih peduli pada lingkungan, mendirikan perpustakaan keliling, dan sebagainya.


            Nah, dari kisah Ibu Riris, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa menjadi seorang perempuan itu merupakan salah satu anugerah besar yang diberi-Nya. Jadilah perempuan yang berani tampil, jadi diri sendiri, dan selalu berjanji untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi, ya. Intinya, berjalan di atas kebenaran tanpa melukai orang lain.


            Kalau teman laki-laki di kelasmu selalu mendapat peringkat pertama, kamu sebagai perempuan jangan patah semangat. Kamu bisa mendapatkan hal yang sama. Kunci suksesnya adalah belajar lebih tekun dan sungguh-sungguh. []


Eva Riyanty Lubis, April 2018

No comments:

Post a Comment