Eva Riyanty Lubis
![]() |
Sumber Gambar: Kaskus |
“Buanglah
sampah pada tempatnya.” Kalimat yang selalu dikatakan dan ditanamkan pada
pikiran kita sejak kecil. Waku itu kita akan takut dengan hukuman yang diberi
bila membuang sampah sembarangan. Namun seiring bertambahnya usia, banyak orang
yang tidak peduli dengan kalimat itu lagi. Bahkan menutup mata perihal sampah.
Sehingga dari hari ke hari, bulan ke
bulan, hingga tahun berganti tahun, sampah semakin menumpuk. Apalagi di
kota-kota besar seperti Medan. Padahal sampah itu sendiri akan menjadi ancaman
persoalan lingkungan bila tidak diatasi dengan baik.
Permasalahan sampah tidak akan
selesai hanya karena dibawa ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) lalu dibakar.
Sampah organik seperti daun, sisa-sisa makanan, dll dapat menimbulkan
pencemaran berupa bau hingga ujung-ujungnya mempengaruhi kualitas air.
Sedangkan sampah non organik berupa plastik, kaleng, logam, aluminimun, dsb
akan memenuhi bumi karena tidak mudah terurai dan bila terbakar akan
mengeluarkan gas beracun. Pertanyaan paling penting untuk kita, siapa yang akan
menjadi korban karena kesalahan kita tersebut? Tentu saja kita dan anak cucu
kelak yang akan merasakan dampak buruknya.
Sebenarnya, siapa sih yang patut
disalahkan karena menumpuknya sampah? Pabrik? Petugas kebersihan? Pengusaha?
Atau pemerintah? Dan sebelum menjawab pertanyaan itu seharusnya kita berkaca
pada diri kita sendiri. Kita sebagai manusia diberi akal dan pikiran oleh Sang
Pencipta. Karena itu, kita seharusnya lebih pandai dalam memecahkan persoalan
perihal sampah.
Seperti kita ketahui, masyarakat
sekarang ini terlalu konsumtif dan boros energi. Dan hal tersebut sudah pasti
menambah tumpukan sampah. Beberapa tahun yang lalu, sapu tangan dan sarbet
adalah pilihan utama dalam mengelap. Namun sekarang ini, hal tersebut mulai
terlupakan. Orang-orang beralih menggunakan tisu. Padahal kita sendiri tahu
dari mana tisu berasal dan apa efek yang dihasilkan kalau terus-menerus
menggunakan tisu. Masih banyak contoh lainnya yang membuat bumi kita overload.
Sampah memang tidak mungkin
dihilangkan. Namun kita masih memiliki kesempatan dalam pengurangan sampah.
Kalau dalam sehari kita membuang sampah sebanyak 3 liter, maka kurangi menjadi
2 liter, hingga seminimal mungkin. Sedikit demi sedikit kita telah
berkontribusi mengatasi persoalan sampah.
Solusi lainnya yang bisa kita
lakukan adalah mengurangi penggunaan atau pembelian bahan-bahan yang berpotensi
menjadi sampah, memakai kembali barang-barang yang dapat digunakan, mendaur
ulang barang yang sudah tidak bisa dipakai, dan mengganti barang yang digunakan
dengan barang yang bahan dasarnya ramah lingkungan.
Bila semua masyarakat Indonesia
melakukan hal ini, tentu saja sampah kita tidak akan semenumpuk sekarang. Belum
lagi efek-efek lain yang membuat kita jauh lebih rugi dibanding pola pengaturan
hidup seperti yang telah dipaparkan di atas. Ayo peduli sampah dan selamatkan
bumi lebih cepat!
0 Comments